Jatim sendiri saat ini dihadapkan pada persoalan bonus demografi.

Jatim Butuh Penguatan Potensi Lokal

KABAR REPUBLIK-DPRD Jawa Timur mendorong draft perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jatim supaya fokus pada prioritas program untuk penyelesaian pertumbuhan ekonomi dengan penguatan potensi lokal. 

Namun, dalam draft perubahan tersebut, Pimpinan DPRD Jatim menilai belum melihat adanya program yang memberikan penguatan eksplorasi potensi lokal hingga selesainya periode kepemimpinan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Emil Elistianto Dardak.

"Saya belum melihat di draftnya (RPJMD) itu mengarah kepada ruang baru yang memberikan eksplorasi potensi lokal apa Jawa Timur untuk lebih menjadi fokus di 2-3 tahun hingga selesainya periode Bu  Khofifah dan Pak Emil. Jadi saya masih melihat programnya umum," kata Wakil Ketua DPRD Jatim Anik Maslachah ditemui seusai memimpin rapat paripurna di Gedung DPRD Jatim, Kamis (5/8/2021).

Menurutnya, perubahan RPJMD Jatim ini harus dilakukan. Pasalnya, ada kebijakan nasional bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang digunakan pedoman RPJMD Jatim tahun 2019 awal, merupakan RPJMN Presiden Joko Widodo pada periode pertama. Selain itu, karena adanya pandemi yang tentu berimplikasi kepada target yang harus disesuaikan dengan kondisi eksisting saat ini.

"Maka tentu karena terpilihnya Gubernur inikan lebih dulu dari Presiden, sehingga (RPJMD Jatim) harus menyesuaikan. Itu landasannya," kata Anik sapaan lekatnya.

Termasuk pula, landasan perubahan RPJMD ini karena adanya Perpres Nomor 80 Tahun 2019 Tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Jawa Timur. Yakni, kawasan Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, Lamongan, Bromo - Tengger - Semeru, serta kawasan Selingkar Wilis dan Lintas Selatan.

Perempuan pertama yang menjadi Pimpinan DPRD Jatim di Era Reformasi juga mengungkapkan, bahwa dalam draft perubahan RPJMD Jatim itu, tercatat ada 205 mega proyek. Namun faktanya, yang terealisasi di tahun 2019 hingga saat ini persentasenya masih nol koma sekian persen. 

"Ada sih yang realisasi tapi hitungan persentase masih nol koma persen. Belum di atas 1 persen. Nah, perubahan inilah yang kemudian mendorong RPJMD ini harus diubah," jelasnya.

Oleh karenanya, Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini berharap, dalam draft perubahan RPJMD Jatim ini harus ada ruang khusus untuk pembangunan inklusif yang memberikan ruang gerak kepada eksplorasi potensi lokal. Apalagi, potensi lokal unggulan di Jatim sendiri adalah sektor pertanian dan UMKM.

"Tetapi ketika kita ngomong anggaran, tidak terlalu besar untuk sektor UMKM dan pertanian. Artinya, hampir sama dengan sektor-sektor yang lain, tidak ada spesifikasi untuk fokus strengthens (penguatan) pada potensi inti," papar dia.

Apalagi, kata Anik, Jatim sendiri menjadi buffer stock atau penyuplai 5 - 7 komoditi kebutuhan nasional. Tetapi, ia menilai, meski menjadi buffer stok namun masih belum menunjukkan peningkatan. Begitu pula sektor UMKM, apabila dikomparasikan dengan provinsi Jawa yang lain juga masih tertinggi. 

"Tetapi ketika kita komparasikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Jawa Timur sektor pertanian - UMKM ini masuk kategori penyumbang tenaga kerja tertinggi nomor satu. Tetapi uangnya nomor tiga. Artinya apa? produktivitasnya itu tidak bagus-bagus amat," tegasnya.

Padahal, Jatim sendiri saat ini dihadapkan pada persoalan bonus demografi. Tentunya ke depan akan semakin banyak pengangguran sehingga perlu penyerapan tenaga kerja yang lebih ekspansi. Makanya, Anik mendorong agar pembangunan inklusif di Jatim dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan riil masyarakat.

"Artinya, bisa merekrut tenaga kerja banyak. Jadi strengthens-nya di situ, fokusnya harus di situ. Saya belum melihat (draft RPJMD mengarah) ke situ. Jadi itu menurut hemat saya perlu ada penekanan," ujarnya.

Dengan demikian, pihaknya berharap, pertanian dan UMKM ini menjadi sektor primer yang sekaligus penyumbang pendapatan tertinggi di Jatim. Namun faktanya, penyumbang pendapatan tertinggi adalah investasi dari usaha-usaha besar. "Tetapi kan dengan era teknologi digitalisasi ini, pengurangan terhadap tenaga kerja juga signifikan," kata Anik.

Bagi dia, tidak ada artinya Pemprov Jatim mendatangkan teknologi dan investasi yang besar namun tidak padat karya. Artinya, investasi besar tapi lapangan kerja masih belum terbuka lebar. Makanya, ia mendorong agar perubahan RPJMD Jatim harus padat karya, bukan malah padat mesin. Harapannya, bagaimana investasi itu hadir tetapi rekrutmen tenaga kerja di Jatim juga semakin terbuka lebar.

"Sehingga menjadi win-win solution. Kalau padat modal, ada investasi, uangnya banyak, tapi rakyat tidak bisa menikmati karena banyak pengangguran maka ini tidak win-win solution," tandasnya. (day)


Comment As:

Comment (0)