SURABAYA-Konferensi Wilayah (Konferwil) Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur akan digelar dua pekan lagi di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Gas...
SURABAYA-Konferensi Wilayah (Konferwil) Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur akan digelar dua pekan lagi di Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Gasek, Kota Malang. Salah satu agenda yang ditunggu dalam konferwil itu adalah pemilihan Ketua PW GP Ansor Jatim periode 2019-2023.
Dari sejumlah kandidat calon Ketua GP Ansor Jatim yang namanya muncul ke publik, nama Moh Abid Umar atau Gus Abid adalah yang paling populer. Putera KH. Umar Faruq yang merupakan Ketua Dewan Syuro PKB Kabupaten Kediri itu menjadi sorotan. Ada yang memuji karena Gus asal Pondok Pesantren Al Falah, Ploso, Mojo, Kediri itu figur yang luwes dan mudah membaur dengan segala lapisan masyarakat. Namun juga ada suara minor yang menilai Gus Abid sebagai putera kiai penampilannya terlalu gaul layaknya millennial.
Saat dikonfirmasi wartawan, Gus Abid mengakui adanya pendapat yang menilai dirinya agak gaul dan kurang nyantri. Menurutnya, semua penilaian itu dikembalikan kepada masyarakat dan pihak yang menilai dirinya. Namun cucu KH. Zainuddin Djazuli ini mengungkapkan kalau Ketua PWNU Jatim, KH. Marzuki Mustamar justru mengaku senang dengan gaya dirinya tersebut. Karena itu muncul lah istilah Gus Koboy Ansor dari Ploso.
Menurut Abid, justru saat ini NU butuh kader muda yang luwes dan bisa terima semua kalangan. Ia menyebut fenomena Gus Miftah, Gus Baha dan Kiai Muwafiq. Mereka adalah dai-dai muda NU yang luwes, yang hari ini digandrungi masyarakat. Tidak hanya nahdliyin tapi mereka yang di luar kultur NU.
“Menurut Yai Marzuki, Ketua Ansor gayanya harus Koboy. Makanya beliau malah senang dengan gaya koboy saya ini. Menurut beliau dengan gaya seperti itu, Ansor akan lebih menarik dan diminati secara luas oleh anak muda, khususnya kaum millennial,” tutur alumni pasca sarjana Unair ini, Jumat (12/7).
Meski sering tampil layaknya anak muda dengan celana jeans, kaos dan sepatu kets. Gus Abid tidak melupakan kewajibannya sebagai keluarga besar Ploso. Ia pun juga menjadi pengajar di Pondok Pesantren Al Falah. Abid mengajar kitab Fiqih Riyadul Badi’ah. Tentunya, saat mengajar ia pun mengenakan busana muslim dan mengenakan sarung serta kopiah hitam yang sudah menjadi tradisi selama ini.
Menurutnya, mengajar itu adalah kewajiban sekaligus konsekuensi dari anak kiai yang tidak bisa dihindari. Karena nasabnya jelas sebagai putera Ploso, sejauh apapun pergi dan sesibuk apapun aktifitas, ia tak bisa menghindari kewajiban mengajar di pondok.
Nasab Gus Abid memang bukan sembarangan, dari garis Ploso, ia adalah cucu KH. Zainuddin Djazuli, putera KH, Umar Faruq dan Keponakan Gus Abdussalam Sohib. Sementara dari garis Banyuwangi, ia adalah cucu KH. Asqandar. Sedangkan KH. Nor Iskandar SQ (Jakarta) dan KH. Anwar Iskandar (Kediri) adalah Pakde dari Ibu.
“Saya ini kebetulan lahir di lingkungan pesantren, mau tidak mau ya harus mengajar di pondok. Tapi kalau untuk mengampu atau mengasuh pondok, saya belum siap. Biar saudara yang lain saja,” ujar pria kelahiran tahn 1989 itu.
Secara usia, Gus Abid memang tergolong muda, baru 30 tahun. Namun ia kaya akan pengalaman organisasi, khususnya di Ansor. Gus Abid memulai dari Wakil Sekretaris Bidang Infokom, lalu naik menjadi Ketua Bidang Infokom, kemudian Kasatkorwil Banser Jatim dan Sekretaris Pimpinan Wilayah GP Ansor Jatim hingga menjadi Ketua PW GP Ansor Jatim (SK Penunjukkan Pimpinan Pusat).
Di luar Ansor, Gus Abid adalah seorang pengusaha, ia Direktur PT Galindo yang bergerak dibidang galian dan konstruksi. Aktifitasnya di dunia usaha membawa Gus Abid dipercaya menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim.
“Saya ini orang yang sering keluar dari zona nyaman (comfort zone) dalam pengambilan sikap. Karena dengan mengambil resiko, maka 50 persen kesuksesan telah kita dapatkan. Hal itu berlaku dalam hidup, maupun aktifitas organisasi,” bebernya.
Ketua PC GP Ansor Kota Pasuruan, Ahmad Ridhoi mengungkapkan, kontibusi Gus Abid terhadap organisasi sudah sangat jelas. Bahkan, ia orang punya andil menghidupkan kembali PC GP Ansor Kota Pasuruan yang sudah 10 tahun mati. Ditingkat Wilayah, Rodhoi membeberkan andil Gus Abid dalam pembangunan gedung PW GP Ansor Jatim yang saat ini sudah bisa digunakan untuk kegiatan organisasi.
“Ini sejarah Ansor Jatim punya kantor permanen. Gus Abid punya andil, karena beliau Ketua Pembangunan Gedung Ansor Jatim. Itu menunjukkan beliau punya networking yang bagus, baik ke dalam maupun keluar. Masuk kriteria untuk calon Ketua Ansor,” ucapnya. (dir)
Dari sejumlah kandidat calon Ketua GP Ansor Jatim yang namanya muncul ke publik, nama Moh Abid Umar atau Gus Abid adalah yang paling populer. Putera KH. Umar Faruq yang merupakan Ketua Dewan Syuro PKB Kabupaten Kediri itu menjadi sorotan. Ada yang memuji karena Gus asal Pondok Pesantren Al Falah, Ploso, Mojo, Kediri itu figur yang luwes dan mudah membaur dengan segala lapisan masyarakat. Namun juga ada suara minor yang menilai Gus Abid sebagai putera kiai penampilannya terlalu gaul layaknya millennial.
Saat dikonfirmasi wartawan, Gus Abid mengakui adanya pendapat yang menilai dirinya agak gaul dan kurang nyantri. Menurutnya, semua penilaian itu dikembalikan kepada masyarakat dan pihak yang menilai dirinya. Namun cucu KH. Zainuddin Djazuli ini mengungkapkan kalau Ketua PWNU Jatim, KH. Marzuki Mustamar justru mengaku senang dengan gaya dirinya tersebut. Karena itu muncul lah istilah Gus Koboy Ansor dari Ploso.
Menurut Abid, justru saat ini NU butuh kader muda yang luwes dan bisa terima semua kalangan. Ia menyebut fenomena Gus Miftah, Gus Baha dan Kiai Muwafiq. Mereka adalah dai-dai muda NU yang luwes, yang hari ini digandrungi masyarakat. Tidak hanya nahdliyin tapi mereka yang di luar kultur NU.
“Menurut Yai Marzuki, Ketua Ansor gayanya harus Koboy. Makanya beliau malah senang dengan gaya koboy saya ini. Menurut beliau dengan gaya seperti itu, Ansor akan lebih menarik dan diminati secara luas oleh anak muda, khususnya kaum millennial,” tutur alumni pasca sarjana Unair ini, Jumat (12/7).
Meski sering tampil layaknya anak muda dengan celana jeans, kaos dan sepatu kets. Gus Abid tidak melupakan kewajibannya sebagai keluarga besar Ploso. Ia pun juga menjadi pengajar di Pondok Pesantren Al Falah. Abid mengajar kitab Fiqih Riyadul Badi’ah. Tentunya, saat mengajar ia pun mengenakan busana muslim dan mengenakan sarung serta kopiah hitam yang sudah menjadi tradisi selama ini.
Menurutnya, mengajar itu adalah kewajiban sekaligus konsekuensi dari anak kiai yang tidak bisa dihindari. Karena nasabnya jelas sebagai putera Ploso, sejauh apapun pergi dan sesibuk apapun aktifitas, ia tak bisa menghindari kewajiban mengajar di pondok.
Nasab Gus Abid memang bukan sembarangan, dari garis Ploso, ia adalah cucu KH. Zainuddin Djazuli, putera KH, Umar Faruq dan Keponakan Gus Abdussalam Sohib. Sementara dari garis Banyuwangi, ia adalah cucu KH. Asqandar. Sedangkan KH. Nor Iskandar SQ (Jakarta) dan KH. Anwar Iskandar (Kediri) adalah Pakde dari Ibu.
“Saya ini kebetulan lahir di lingkungan pesantren, mau tidak mau ya harus mengajar di pondok. Tapi kalau untuk mengampu atau mengasuh pondok, saya belum siap. Biar saudara yang lain saja,” ujar pria kelahiran tahn 1989 itu.
Secara usia, Gus Abid memang tergolong muda, baru 30 tahun. Namun ia kaya akan pengalaman organisasi, khususnya di Ansor. Gus Abid memulai dari Wakil Sekretaris Bidang Infokom, lalu naik menjadi Ketua Bidang Infokom, kemudian Kasatkorwil Banser Jatim dan Sekretaris Pimpinan Wilayah GP Ansor Jatim hingga menjadi Ketua PW GP Ansor Jatim (SK Penunjukkan Pimpinan Pusat).
Di luar Ansor, Gus Abid adalah seorang pengusaha, ia Direktur PT Galindo yang bergerak dibidang galian dan konstruksi. Aktifitasnya di dunia usaha membawa Gus Abid dipercaya menjabat sebagai Wakil Sekretaris Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jatim.
“Saya ini orang yang sering keluar dari zona nyaman (comfort zone) dalam pengambilan sikap. Karena dengan mengambil resiko, maka 50 persen kesuksesan telah kita dapatkan. Hal itu berlaku dalam hidup, maupun aktifitas organisasi,” bebernya.
Ketua PC GP Ansor Kota Pasuruan, Ahmad Ridhoi mengungkapkan, kontibusi Gus Abid terhadap organisasi sudah sangat jelas. Bahkan, ia orang punya andil menghidupkan kembali PC GP Ansor Kota Pasuruan yang sudah 10 tahun mati. Ditingkat Wilayah, Rodhoi membeberkan andil Gus Abid dalam pembangunan gedung PW GP Ansor Jatim yang saat ini sudah bisa digunakan untuk kegiatan organisasi.
“Ini sejarah Ansor Jatim punya kantor permanen. Gus Abid punya andil, karena beliau Ketua Pembangunan Gedung Ansor Jatim. Itu menunjukkan beliau punya networking yang bagus, baik ke dalam maupun keluar. Masuk kriteria untuk calon Ketua Ansor,” ucapnya. (dir)
COMMENTS