sumber gambar : ilmupengetahuanumum.com JAKARTA-Terkait rencana pemerintah yang akan segera menetapkan formulasi harga batubara khusus...
sumber gambar : ilmupengetahuanumum.com |
JAKARTA-Terkait rencana pemerintah yang
akan segera menetapkan formulasi harga batubara khusus pasar domestik (Domestic
Market Obligation) Ikatan Ahlli Geologi Indonesia (IAGI) menyatakan, Formulasi
harga batubara, sebaiknya dapat didiskusikan terlebih dahulu antara pemerintah
dalam kepentingannya untuk mengelola kebutuhan energi di dalam negeri, dan
pengusaha pertambangan batubara.
Berbicara dalam diskusi Minggu (4/3),
Singgih Widagdo selaku Ketua Kebijakan Publik IAGI mengatakan, ”Pada dasarnya
persoalan harga batubara domestik adalah persoalan visi jangka panjang.
Sehingga mestinya hal tersebut telah ditetapkan oleh pemerintah, jauh sebelum
PLTU Batubara mendominasi bauran energi di Indonesia.
Dengan kebijakan penetapan harga jual
batubara mengikuti Harga Batubara Acuan (HBA), diakui menjadi salah satu
keberhasilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Termasuk pembayaran
royalty batubara yang harus dibayarkan terlebih dahulu oleh pengusaha tambang
batubara, sebelum menjual batubara ke pihak lain. Melalui pembayaran royalty
yang harus dibayarkan di muka, menjadi sangat jelas bagaimana pemerintah secara
tegas memberlakukan filosofi perpindahan kepemilikan sumber daya alam
(batubara) dari negara kepada pihak kontraktor tambang,” paparnya.
Itu sebabnya pemerintah semestinya
memisahkan antara harga batubara di dalam negeri dengan harga batubara untuk
kepentingan ekspor. Memisahkan harga jual batubara untuk pasar domestik dan
ekspor, bukan saja mempertimbangkan nilai ekonomi semata, namun juga menjadi
rasional bagi masyarakat dalam menilai pemerintah, mengelola sumberdaya alam
untuk kepentingan sebesar-besar rakyat.
Sebab muncul tuntutan dari berbagai
pihak, agar sebagai eksportir batubara terbesar di dunia, Indonesia semestinya
dapat memainkan perannya dalam mempengaruhi harga batubara di pasar
internasional, tutur alumnus UGM ini.
Mengenai perbedaan nilai harga antara
pasar domestik dan ekspor, idealnya menjadi pemikiran kepentingan oleh berbagai
pihak, seperti Kementeriaan ESDM, Kementerian Keuangan, pemerintah daerah, dan
juga investor pertambangan. Dengan memisahkan harga domestik dan ekspor, yang
semestinya telah ditetapkan, maka perdebatan di saat indeks harga batubara
menyentuh diatas US$100 telah dapat diantisipasi sebelumnya dengan
menggunakan satu formulasi.
Untuk kepentingan jangka panjang, maka
Kementerian ESDM tidak perlu terburu-buru atas dorongan naiknya belanja energi
primer, membuat keputusan memisahkan harga batubara domestik dan ekspor melalui
perubahan Peraturan Pemerintah (PP). Namun demikian hal ini lebih baik
diarahkan untuk kepentingan jangka panjang, bagaimana batubara semestinya lebih
dapat dikelola sebagai energi untuk kepentingan ekonomi nasional jangka
panjang.
Kebijakan DMO Batubara
Awal 2018, Kementerian ESDM telah
menetapkan persentase minimal penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri
atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari rencana produksi tahun
2018 yang disetujui. Diharapkan dengan persentase 25% tersebut, kewajiban
DMO naik menjadi 121 juta ton.Kementerian ESDM mempertegas batas atas produksi
tahun ini sebesar 485 juta ton.
Jumlah dihitung atas realisasi produksi
sepanjang 2017 sebanyak 461 juta ton ditambah 5% toleransi ekspansi produksi
yang bisa diberikan ESDM. Selama 2017, penyerapan batubara DMO batubara
tercatat sebanyak 97 juta ton. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan target yang
diwajibkan dalam DMO 2017, sebesar 121 juta ton.
“Karena itu ada usulan agar DMO
diletakkan atas dasar national coal logistic chain secara menyeluruh atas
industri pertambangan batubara yang telah terbangun seperti saat ini.
Semestinya DMO tidak diletakkan sebagai ruang yang terbuka, di mana semua
perusahaan dapat memasok batubaranya ke berbagai pengguna batubara.
Dari sisi kapasitas produksi, volume
DMO, loading capacity, discharging facilities di pihak pemakai dan belum lagi
masalah kualitas batubara, akan menjadi parameter yang semestinya
dipertimbangkan terlebih dahulu. Termasuk juga perlu pertimbangan jika sudah
terjadi kontrak jangka panjang yang telah dimiliki oleh PLN dan Independent
Power Producer (IPP) untuk memasok batubaranya. (dir)
COMMENTS